KPK Tetaplah Bekerja!
Dukung KPK – Puluhan masa yang tergabung dalam Generasi Muda
Golkar melakukan aksi demo di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Jakarta, Senin (13/11). Mereka dengan membawa spanduk, dan poster mendukung KPK
untuk segera memproses dan menyelesaikan kasus Ketua DPR Setya Novanto yang
kini telah ditetapkan kembali sebagai tersangka kasus korupsi KTP Elektronik.
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan Komisi Pemberantasan
Korupsi menjadi bagian dari eksekutif dan bisa menjadi obyek angket DPR.
Putusan MK itu haruslah dihormati kendati sejumlah ahli hukum
tata negara menilai putusan MK itu berpotensi bertentangan dengan putusan MK
yang lain. Putusan MK itu juga berpijak pada teori pembagian kekuasaan klasik,
eksekutif, yudikatif, legislatif, kendati sudah bermunculan state auxiliary bodyyang mewujud dalam
komisi-komisi negara.
Putusan MK—kendati tidak bulat—paling tidak menunjukkan
ketidakberpihakan MK pada kemandirian KPK. Dengan menempatkan KPK sebagian
bagian dari eksekutif, KPK bisa menjadi sasaran hak penyelidikan oleh Pansus
Angket DPR.
Putusan MK itu sejalan dengan keinginan sejumlah politisi DPR
yang menginisiasi hak angket untuk menyelidiki KPK. KPK mencoba bertahan dengan
mendalilkan bahwa KPK adalah lembaga independen dan bukan bagian dari eksekutif
sehingga tidak bisa dijadikan obyek angket. Namun, dalil KPK dan sejumlah ahli
hukum tata negara yang mendasarkan pada sejumlah putusan MK yang lain runtuh.
Lima hakim konstitusi, Arief Hidayat, Anwar Usman, Wahiduddin Adams, Manahan
Sitompul, dan Aswanto berpendapat, KPK adalah bagian dari eksekutif.
Berbeda dengan empat hakim konstitusi lain, Saldi Isra, I
Dewa Gede Palguna, Maria Farida Indrati, dan Suhartoyo yang, meski kalah suara,
tetap berpendapat KPK adalah lembaga independen, bukan bagian dari eksekutif
dan bisa dijadikan obyek angket oleh DPR.
Putusan MK 2018 itu berpotensi bertentangan dengan putusan MK
lainnya. Putusan MK 2018 ini memberikan tafsir konstitusional soal kewenangan
DPR melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah. Kewenangan itu
tertera dalam UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam putusannya terhadap uji materi
UU MD3, MK memperluas hak DPR melakukan angket, termasuk terhadap KPK.
Sementara dalam UU KPK sendiri, dan sejumlah putusan MK yang
lebih eksplisit tentang KPK, ditegaskan bahwa KPK adalah lembaga independen
yang tidak bisa dicampuri kekuasaan mana pun. Pasal 3 UU tentang KPK
menegaskan, "Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan mana pun."
Kita bersyukur, meski mayoritas hakim MK menempatkan KPK
sebagai bagian dari eksekutif, kewenangan penyidikan, penuntutan KPK termasuk
wilayah yang tidak bisa disentuh DPR. Putusan MK 2018 serta putusan MK lainnya,
serta UU KPK sendiri, memberikan jaminan soal independensi KPK.
Karena itulah, di tengah tekanan hukum politik yang
melingkupi KPK, kita dorong KPK tetap bekerja memberantas korupsi di negeri
ini. Operasi tangkap tangan terhadap para tersangka korupsi, jika memang ada,
harus tetap dilakukan. KPK dan pemberantasan korupsi adalah amanat reformasi
yang harus dituntaskan. Sejarah nanti akan melihatnya.



0 komentar:
Posting Komentar