CATATANMU DALAM MEMORIKU



Kabut diam-diam menyekap kehangatan pagi yang mulai berpendar. Sebuah ruang bekas cengkrama saat malam nampak beku. Hanya aroma kepul asap rokok tersisa di bibir jendela. Aku beranjak untuk menceraikan malas. Sesaat itu, kerinduanku pada Tuhan membuncah hingga percintaanku berwujud keheningan dalam sujud.

Air wudhu dan gerakan utuh seluruh badan dalam ibadahku, mengantarkan jiwaku terasa dinamis. Tubuhku berasa lebih bugar untuk mengumpulkan tenaga agar bisa maksimal dalam beraktifitas. “ini memang sudah takdirku”, suara samar tak terasa keluar begitu saja.

Sepertinya pagi tetap sama. Secangkir teh hangat dan sebungkus rokok menjadi teman setiaku untuk memintal kembali rutinitas hidup. Selama ini, catatan tentang keakraban, sedih, bahagia, dan rekaman kejadian-kejadian aneh segalanya aku putar lagi untuk mengabadikan ingatan. “akan sangat menarik jika aku dapat menulisnya”, kisah kalian sangat indah dan penuh makna, aku membatin dalam diriku. Ah, aku harus cepat-cepat menghidupkan laptop dan mengetiknya agar “lupa” tak menghapus ingatanku.

Selintas, ingatanku menjurus kepada sosok manusia setengah aneh, begitulah aku dan kawan-kawanku mengenalnya. Sapaan akrab dikenal dengan panggilan Rendy, tetapi nama aslinya adalah Ipunk. Entah dari mana sebutan itu berasal, tak penting pula mengetahui asal-usulnya. Dia memiliki raut wajah terbilang cukup lumayan, dan cukup menjaga penampilan dalam kesehariannya. Keanehan-keanehan sering terlihat padanya, manusia yang cukup mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia pernah menjadi musafir masjid, penjual pakaian, dan memiliki keterampilan cukup lihai meminjam uang kepada para dosen.

Ingatanku mengalir menyusur hingga muara hikmah. Memilah-milah sisa puing ingatan kehidupan yang berserakan agar dapat kunikmati. Padanya aku belajar tentang kepasrahan dalam kesempitan, kesederhanaan dalam ke-ber-ada-an, dan berbagi selagi bisa. Keluhan jarang terdengar dari ucapannya, kesombongan tak mampir dalam dirinya, dan kedermawanan sudah menajadi ciri khasnya. Daya tahan tubuh menahan rasa lapar tak perlu kau tanyakan lagi, sebab itulah kawan-kawan yang lain menyematinya sebagai sang “sufi”.

Aneh memang menjadi ciri khasnya. Darinya aku juga belajar tentang “membodohkan diri di hadapan orang lain”. Dia selalu tampil berbeda dari kebanyakan orang. Jika kebanyakan orang lain ingin terlihat tampil pintar dan cerdas dihadapan orang lain maka, dia sebalikya. Sekali waktu dia pernah memperlihatkan kebodohannya dihadapanku. Saat kutanyakan padanya, kenapa engkau tidak menjawab dengan sebenarnya dan apa adanya?

 “tidak usah menjawab pertanyaan orang yang tidak yakin pada pengetahuannya sendiri”. Ujar Rendy.

“Maksudmu?” aku semakin penasaran

“Sebenarnya aku sudah sering berbincang-bincang dengannya, dan dia sudah paham dan mengerti di mana posisiku. Hanya saja, dia agak sedikit keras kepala dan memaksaku untuk setuju dengannya. Argumennya sudah bagus tetapi, aku memiliki alasan dan konteks lain dalam melihat masalah itu sehingga, ketidaksetujuanku berangkat dari situ”. Dia membalas tanyaku.

“Jika demikian, mengapa engkau tidak mengutarakan kepadanya?”

“Buat apa?”, katanya

“Agar orang itu paham bahwa dirimu memiliki alasan yang berbeda, dengan begitu dia juga dapat memahami dirimu.”

Ah, itu hanya spekulasimu saja, dan aku sudah pernah mengutarakannya tetapi, dia tetap saja pada pendiriannya. Aku bukan orang yang harus memaksa orang lain dalam menyakini kebenaran akan pengetahuanku. Bahkan, aku memiliki keyakinan semakin orang memaksa orang lain untuk setuju dengannya semakin menunjukkan pula bahwa ia tak benar-benar yakin akan pengetahuannya. Orang seperti itu, mempercayai pengetahuannya dengan cara membuktikan orang lain salah. Apakah semacam itu pengetahuan yang kita imani?

...aku masih saja tidak paham sepenuhnya, yang kutahu dia telah membodohkan dirinya sendiri hari ini, gumamku.

Tidak apa-apa, jawabnya. Rupanya ia mendengar kata-kataku tadi. Padahal aku sendiri tidak yakin telah mengucap kalimat itu, seolah kalimat itu keluar begitu saja tanpa kusadari. Itulah kebodohan yang pernah diperlihatkan kepadaku.

Aku kembali mengingat-ngingat kepribadian Rendy yang lain. Dia betul-betul aneh, berbeda dengan orang-orang pintar lainnya, kata-kata itu berungkali ada dalam pikiranku. Tanpa terasa sudah satu jam aku duduk di depan laptop. Tanganku kembali meraih kopi, dan entah berapa batang rokok yang sudah kuhisap. Sisa-sisa kenangan indah yang pernah aku amati dari kehidupan Rendy melayangkan kesadaranku.

Oh iya, tiba-tiba kenangan Rendy sebagai demonstran terungkap mencuat kembali dari memoriku. Soal demonstrasi dia berbeda dari yang kutulis dari kepribadian lainnya. Dia terlihat ganas dan berani. Tak terhitung berapa kali demonstrasi yang sudah pernah dilaminya, pernah memainkan peran seorang wanita dalam sebuah teatrikal, tertembak peluru karet, dan baku hantam dengan polisi. Rendy benar-benar garang dan ganas, baginya perjuangan tak menuntut apa-apa selain seluruh jiwa dan raga. Orasi sampai berbusa bahkan hilang suara tak membuatnya kecewa dan putus asa, dia bagai srigala saat polisi datang memangsa. Bagiku Rendy benar-benar manusia yang unik.

Bunyi nada SMS memecah keheninganku. Nada itu telah menghempaskan ingatanku tentang Rendy. Tak  lama kemudian aku ambil dan terlihat ada SMS masuk. Aku cukup sulit mengeja SMS yang masuk, hp jadul, layar kusam, membuatku sulit melihat isi SMS secara keseluruhan. Lamanya hp jadul ini bersamaku, membuatku tidak sulit menerka isi SMS itu.

“Halo bagaimana kabarmu kawan?”

“Iya, maaf siapa ya? Kabarku sehat, kamu sendiri?”

“Ini aku, Paijo. Wah, sudah dihapus rupanya nomorku ya?”

“Oh, kau rupanya Jo. Iya, iya, maaf bukan kuhapus, tapi hp yang sudah lama menemaniku sudah ada yang menyukai.”

Aku memberi alasan yang tak sepenuhnya benar.

“Hahaha, okelah. Aku sekarang lagi di Jogja, ayo ngopi bareng soalnya besok aku mau terbang lagi ke makasar. Jika ada saran tempat monggo di mana?”

“Oke, oke, kita ngopi di kedai “kopi kebersamaan” yo. Aku langsung berangkat.”

“Oke, sampai ketemu disana ya.”

“Sip.” Balasnya.

Kenangan momori indah tentang Rendy dipalingkan oleh sesosok urakan. Paijo, seorang urakan yang kini mobilitasnya padat nan susah ditebak kepribadiannya. Kawan satu ini, akan mengisahkan tentang cara hidup yang tidak statis, tidak peduli dengan penampilan luar, dan visioner. Ingatan tentang Rendy sudah tak tersisa lagi, sebentar lagi aku akan tenggelam dalam kelupaan yang amat dahsyat. Semuanya karena Paijo, dan akan tenggelam dalam kenangan bersamanya.

Ya, begitulah hidup ini. Silih berganti datang dan pergi, dan entah siapa lagi yang akan mengisi hari-hari mendatang. Aku hanya akan mengisahkan tentang jalan cerita anak manusia yang lewat dan pergi. Tadi,Rendy bak seorang pahlawan, kini, dia tak berdaya seperti tawanan, dan hanya seperti itulah jalan cerita kita. Semua akan binasa saat ada yang menggantinya.

Semua ingatan kini berhamburan entah kemana, aku lekas pergi bersama motor tua, dengan penuh bahagia menjemput cerita-cerita untuk kutulis di dalam album hidupku.

0 komentar:

Copyright © 2013 KEBUN KATA