Imbal Hasil Program JHT
Oleh: Taufik
Hidayat
Program Jaminan Hari Tua merupakan suatu program yang
dimaksudkan untuk memberikan jaminan keuangan kepada para pesertanya dalam
bentuk uang tunai. Dibayarkan sekaligus (lumsum) saat peserta memasuki usia
pensiun, meninggal dunia, ataupun mengalami cacat total tetap.
Program ini diselenggarakan sesuai dengan prinsip asuransi
sosial atau menjadi program tabungan wajib bagi para pekerja di seluruh
Indonesia. Oleh karena itu, nilai manfaat yang akan diberikan kepada para
peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) adalah sebesar seluruh nilai akumulasi
iuran yang telah dibayarkan oleh peserta maupun oleh pengusaha selaku pemberi
kerja beserta seluruh hasil pengembangannya.
Sesuai tujuan pelaksanaan program JHT, hasil pengembangan dana hasil akumulasi
iuran dari semua peserta ataupun imbal hasil investasi menjadi faktor utama
yang akan menentukan besaran nilai manfaat yang akan diterima peserta. Dengan
menggunakan indikator imbal hasil investasi, peserta dapat mengetahui dengan
jelas sejauh mana dana program JHT-nya telah dikelola BPJS Ketenagakerjaan
selaku penyelenggaranya. Jika imbal hasilnya bisa melebihi kinerja pengembangan
dana yang dapat dilakukan oleh para peserta sendiri, atau yang dilakukan oleh
lembaga yang punya aktivitas sejenis, nilai manfaat yang akan diterima oleh
para peserta juga akan semakin optimal. Demikian juga sebaliknya.
Batasan tingkat imbal hasil yang ditetapkan paling rendah
sebesar rata-rata tingkat suku bunga bank-bank pemerintah selama 12 bulan
sebagai acuannya perlu dievaluasi agar diperoleh nilai acuan imbal hasil
investasi yang lebih obyektif dan menarik serta dapat semakin meningkatkan kesejahteraan
peserta. Hal ini didasarkan pada struktur portofolio maupun pengalokasian dana
investasinya yang lebih condong ke instrumen-instrumen investasi jangka
panjang, baik berupa surat berharga negara (SBN), obligasi korporasi, maupun
dalam bentuk saham-saham perusahaan yang telah go public.
Pada sisi lain, porsi alokasi dalam bentuk deposito relatif
kecil dan umumnya hanya berfungsi untuk mendukung kebutuhan likuiditas. Pada
era tingkat suku bunga rendah yang telah berlangsung beberapa tahun ini,
strategi alokasi dalam bentuk deposito harus memperoleh pencermatan yang lebih
mendalam guna menghindari terjadinya kekurangoptimalan dalam pengelolaan dana
program JHT.
Strategi investasi
imbal hasil
Portofolio program JHT 2017, sebagaimana dipublikasikan BPJS
Ketenagakerjaan di Kompas pada 30
Januari, terdiri dari surat utang, saham, deposito, reksa dana, properti, dan
penyertaan. Proporsi alokasi aset pada tiap-tiap instrumen investasi itu ialah
sebesar 58,70 persen, 18,99 persen, 12,46 persen, 9,13 persen, 0,58 persen, dan
0,13 persen. Secara konsepsi strategic
asset allocation, pemilihan portofolio ataupun penataan aset tersebut sudah
cukup bagus dalam hal diversifikasi, baik untuk tujuan pencapaian imbal hasil
yang optimal maupun dalam hal pengelolaan risiko. Meski demikian, dalam
operasionalisasinya juga diperlukan strategi untuk mengoptimalkan perolehan
hasil sesuai pilihan investasi yang tersedia, atau yang disebut tactical asset allocation.
Sesuai sifat kepesertaan program JHT yang dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan keuangan kepada para pekerja di masa tuanya, alokasi
investasi yang sebagian besar dalam bentuk surat utang, baik berupa SBN maupun
surat utang korporasi, dimaksudkan untuk menyesuaikan masa jatuh tempo
instrumen investasi tersebut dengan masa jatuh tempo kewajiban untuk membayar
hak JHT kepada para peserta. Melalui strategi pengaturan masa jatuh tempo
terhadap portofolio surat utang, dapat diperoleh suatu "jaminan"
untuk memperoleh suatu tingkat imbal hasil tertentu.
Metode ini dikenal dengan istilah imunisasi portofolio surat
utang atau obligasi. Dalam hal ini, untuk memperoleh imbal hasil yang optimal,
diperlukan kedisiplinan dalam pengaturan dan pengukuran tingkat sensitivitas
portofolio surat utang itu terhadap perubahan tingkat suku bunga dan tidak
boleh terganggu oleh kepentingan jangka pendek untuk segera menjual surat utang
itu. Khususnya bagi surat utang yang punya tingkat kupon yang relatif tinggi.
Proporsi alokasi dalam bentuk instrumen saham dan reksa
dana—yang secara keseluruhan sebesar 31,45 persen—untuk kondisi saat ini bisa
mendukung perolehan imbal hasil investasi yang lebih tinggi. Return Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) yang biasa digunakan sebagai acuan dalam perolehan imbal hasil adalah
instrumen saham pada 2016 dan 2017, masing-masing sebesar 15,32 persen dan
19,99 persen. Dengan demikian, imbal hasil yang diharapkan (expected return) dari instrumen saham
pada tahun-tahun itu setidaknya sebesar angka-angka itu.
Melalui pengelolaan portofolio saham yang efektif dan efisien,
baik dalam pemilihan jenis saham yang masuk dalam portofolio (stock selection) maupun dalam
memanfaatkan momentum terbaik (market
timing) untuk melakukan aksi jual-beli saham, dapat diperoleh peluang untuk
memperoleh imbal hasil yang jauh melebihi nilai acuan tersebut. Meski demikian,
kondisi sebaliknya juga dapat terjadi jika penerapan strateginya tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Sebab, instrumen saham selain dapat memberikan imbal
hasil yang tinggi juga mempunyai tingkat risiko yang tinggi juga.
Imbal hasil instrumen investasi reksa dana relatif mirip
dengan gambaran yang terjadi pada instrumen obligasi untuk jenis reksa dana
pendapatan tetap (fixed income), yang
sebagian besar portofolionya dalam bentuk obligasi maupun indikator yang
diperoleh dari bursa saham untuk jenis reksa dana saham. Selain bertujuan untuk
memperoleh imbal hasil yang optimal, strategi alokasi dalam bentuk reksa dana
juga dapat digunakan sebagai tolok ukur yang bisa diperoleh dari portofolio
sahamnya sendiri. Pada sisi lain, dalam era tingkat bunga yang sangat
rendah—yang sudah berjalan beberapa tahun ini—relatif tidak dapat diandalkan
sebagai instrumen yang dapat meningkatkan sehingga pengalokasiannya harus
seminimal mungkin sepanjang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendek program JHT. Kelebihan jumlah alokasi dalam instrumen deposito mempunyai
risiko perolehan imbal hasil portofolio yang rendah dan cenderung "idle".
Sepanjang tahun 2016 dan 2017, imbal hasil atau yield on investment (YOI) atas
pengelolaan dana program JHT masing-masing sebesar 7,19 persen dan 7,83 persen.
Walaupun perolehan imbal hasil tersebut lebih kurang 2 persen di atas rata-rata
suku bunga deposito bank-bank pemerintah, dengan gambaran kinerja pasar saham
sangat bagus serta perolehan imbal hasil surat utang yang lebih besar daripada
deposito, ada potensi dan peluang untuk memperoleh imbal hasil yang lebih
tinggi. Pada sisi lain, industri dana pensiun juga masih menerapkan bunga
teknis sebesar 8,75 persen, yang berarti harus dapat memperoleh YOI yang lebih
besar daripada bunga teknisnya.
Acuan imbal hasil
Selama ini, pengukuran imbal hasil pengembangan dana program
JHT biasanya dibandingkan dengan rata-rata suku bunga deposito bank-bank
pemerintah pada tahun yang bersangkutan. Dari sisi kepentingan peserta maupun
untuk pengembangan total dana program JHT, maka standar pengukuran kinerja
imbal hasil investasi tersebut kurang optimal.
Instrumen deposito lebih identik dengan instrumen yang cocok
untuk investor individu, yang sering kali menjadi investor pasif. Dengan jumlah
dana yang sangat besar, pengelolaan dana program JHT punya daya tawar yang
sangat besar untuk memperoleh peluang-peluang investasi dengan potensi imbal
hasil yang lebih besar di pasar uang. Selain itu, dengan kapasitas dan kekuatan
dananya yang sangat besar, BPJS Ketenagakerjaan punya peluang untuk menjadi
pemimpin di pasar modal sehingga lebih mampu untuk memanfaatkan peluang-peluang
besar yang ada dibandingkan dengan para pelaku investasi lainnya.
Dalam upaya untuk lebih mengoptimalkan perolehan imbal hasil
pengelolaan dana, yang pada akhirnya bertujuan untuk memberikan nilai manfaat
program JHT yang lebih baik kepada para pesertanya, target perolehan imbal
hasilnya bukan lagi didasarkan pada instrumen deposito, melainkan pada imbal
hasil surat utang. Selain didasarkan pada kondisi portofolio yang memang
menjadikan surat utang sebagai penopang utamanya, juga karena adanya tuntutan
untuk menjadi investor aktif.
Dalam hal ini imbal hasil SBN acuan yang paling layak untuk
dijadikan sebagai tolok ukurnya dengan target margin minimal antara 1,5 persen
dan 2 persen di atas imbal hasil SBN dengan masa jatuh tempo 15 tahun maupun
SBN 20 tahun. Sebagai ilustrasi, imbal hasil SBN 15 tahun dan SBN 20 tahun pada
bulan Desember 2017 masing-masing sebesar 6,926 persen dan 7,06 persen.
Taufik Hidayat Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional; Dosen
Program MM UAD Yogyakarta
Kompas, 13 Februari 2018


0 komentar:
Posting Komentar