Setelah Pompeo Jadi Menlu
Menteri Luar Negeri AS yang baru, Mike Pompeo, dikenal
sebagai orang yang berpandangan keras terhadap Korea Utara dan Iran.
Karena itu, diperkirakan, pada masa mendatang, sikap keras AS
terhadap Iran ataupun Korut akan terimplementasi secara utuh dalam kebijakan
luar negeri negara tersebut. Pompeo diprediksi juga akan lebih percaya diri dan
otoritatif dalam menyampaikan kebijakan luar negeri AS ketimbang pendahulunya,
Rex Tillerson, karena mantan anggota militer tersebut merupakan orang dekat
serta sangat dipercaya oleh Trump. Kedekatan ini diakui sendiri oleh Trump yang
menyebut bahwa dirinya memiliki "panjang gelombang sama" dengan
Pompeo.
Tantangan utama dan
paling mendesak di hadapan Pompeo sekarang ialah menyusun langkah-langkah
diplomasi untuk menangani Korut. Meski dikenal berpandangan bahwa penggantian
rezim di Korut sebagai solusi mendasar masalah Semenanjung Korea, Pompeo tetap
harus bertindak lebih hati-hati menjelang pelaksanaan pertemuan Trump dengan
Pemimpin Korut Kim Jong Un. Rencana pertemuan dua pemimpin itu, bagaimanapun,
bisa menjadi peluang untuk mewujudkan penghapusan senjata nuklir Korut.
Pompeo termasuk pula
orang yang satu pemikiran dengan Trump bahwa Washington tidak perlu ragu untuk
keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran jika Teheran dinilai tidak banyak berubah.
Pemerintahan Trump sebelum ini berupaya agar Eropa menyetujui dilakukan
perubahan terhadap klausul Perjanjian Nuklir Iran agar menjadi lebih keras,
tetapi upaya itu belum berhasil. Sebaliknya, Tillerson cenderung berusaha agar
Kesepakatan Nuklir tetap dipertahankan apa adanya.
Kantor berita AP menyebutkan, Javad, media Iran yang dekat dengan Garda Revolusi, menulis bahwa pengangkatan Pompeo merupakan sinyal dari berakhirnya Kesepakatan Nuklir. Di sisi lain, media Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melihat pencopotan Tillerson dan penunjukan Pompeo merupakan kabar gembira.
Tillerson selama ini berupaya mengajak Arab Saudi dan UEA
memperbaiki hubungan dengan Qatar. Pada saat yang sama, Saudi serta UEA
berusaha mendorong AS agar ikut bersikap keras terhadap Qatar yang diboikot
oleh Saudi dan sekutu-kutunya karena dituduh "mendukung terorisme"
dan dekat dengan Iran. Pengangkatan Pompeo, yang sebelum ini juga anggota DPR
AS, tampaknya dirasakan oleh Saudi dan UEA akan membuat Washington memiliki
kebijakan lebih keras, tak hanya terhadap Qatar, tetapi terutama terhadap Iran.
Di tengah situasi dunia seperti itu, Pompeo menghadapi
tantangan di tubuh Kementerian Luar Negeri. Dampak akibat pengurangan anggaran
dan hengkangnya sejumlah diplomat di era Tillerson harus diatasi oleh Pompeo.
Mesin raksasa diplomasi AS perlu dipastikan oleh Pompeo untuk tetap efektif.
Saat ini,
negara-negara di dunia menunggu bagaimana Pompeo menjalankan perannya sebagai
menteri luar negeri. Ada kelompok negara yang sangat cemas, tetapi ada pula
yang justru merasa lega dengan pengangkatan Pompeo
Kompas, 15 Maret
2018

0 komentar:
Posting Komentar