AKU MASIH SETIA MENDENGAR CERITAMU
Aku mencintaimu tepat saat senyum malam membelai lembut
seluruh sepi. Pada secercah cahaya, aku berdendang bertanya tentang
kebahagiaan. Apakah bahagia itu adalah bersamamu? Atau cukup hidup bersama
dalam sukma terdalammu?
Pun, pada dunia sunyi tak lupa kulontarkan tanya serupa,
tahukah engkau jawabnya! Mereka hanya diam. Adakah ini pertanda bahwa diam
adalah bahasa cinta laksana Barfy dalam dunianya. Entahlah.
Pada tatapan pertama aku tak pernah menyangka akan tumbuh
rasa cinta untukmu, sayangku. Engkau laksana gadis belia ditepi pantai tak
jenuh kupandang, dalam belaian waktu bola mataku larut dalam alunan cerita
hidupmu. Dan di situlah engkau tancap peluru rindu pada takdir jalan hidupku.
Sayang, masihkah engkau ingat pagi itu?
Pagi yang membawamu pada secawan kebahagiaan. Yang cahaya sejuknya
membiarkanmu luruh dalam manja sifat asalmu, begitupun udara segarnya
mengantarmu pada dunia yang kau impikan. Dan pada akhirnya ceritamu laksana
setetes embun bagi dedaunan. Masihkah ingat sayangku! Masihkah?
Saat engkau memulai cerita itu, tak kubiarkan udara mencuri
tatapanku padamu. Selaksa darwis berkhidmat pada sang Mursyid. Dan pada dongengmu
pula aku temukan topengku mewujud asmara. Pada detik ini, aku memang tidak
ingin memilikimu, aku hanya ingin hidup dalam setiap kebahagiaanmu hingga pada
akhirnya engkau sadar bahwa cinta memang anugerah Ilahi yang tak patut kita
nodai.
Di tatapan mata yang tak searah, kuucapkan beribu kasih.
Yogyakarta, 26,
agustus, 15
Patuk

0 komentar:
Posting Komentar